1.
Pendahuluan
Cerebral
palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di
dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat
kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai
pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak
progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan
berubah akibat maturasi serebral.
Yang
pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John
Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral
diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum.
Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan
istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud
menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.
Walaupun
sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya
gangguan perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan
pengobatan.
Winthrop
Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam
penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf,
mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara,
fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu
juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.
Dengan
meningkatnya pelayanan obstetric dan perinatologi dan rendahnya angka
kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat
angka kejadian cerebral palsy akan menurun. Namun dinegara-negara
berkembang, kemajuan teknologi kedokteran selain menurunkan angka
kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak
dengan gangguan perkembangan.
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu:
populasi yang diambil, cara diagnosis, dan ketelitiannya. Misalnya
insidensi cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000
kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan
deficit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50 % kasus
termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan
ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang
tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan
khusus, 25 % mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 %
kasus menunjukkn IQ di bawah 70, 35 % disertai kejang, sedangkan 50 %
menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita (
1,4 : 1,0).
2.
Definisi
Serebral
palsi ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan
tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan)
serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik
dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan
pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan cerebelum juga kelainan mental.
Cerebral
Palsy adalah suatu situasi dengan suatu tanda tidak baik pada bagian
otak yang berfungsi mengendalikan, menggerakkan, kelumpuhan, dan lain
gangguan fungsi tangan.
Serebral
palsi adalah gangguan terhadap pengendalian fungsi motor disebabkan
kerosakan pada otak yang sedang berkembang. Serebral palsi adalah
kecacatan yang memberi kesan terhadap bentuk muka, pergerakan,
kemahiran motor.
Serebral
Palsi juga boleh berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental,
belajar,penglihatan, pendengaran dan komunikasi.
3.
Ciri-Ciri
Perkembangan
motor kasar dan motor halus yang lambat
Tindakan
yang sepatutnya hilang masih kekal
Berjalan
dengan menjinjit atau kaki diseret
Ketidaknormalan
bentuk otot
Lekukan
pada spinal "jawbone" kepala kecil
Penangkapan
Sawan
Percakapan
komunikasi
Deria
yang lemah
Kerencatan
akal
Masalah
pembelajaran
Masalah
tingkah laku
4.
Patologis
Kelainan
tergantung dari berat asfiksia yang terjadi pada otak. Pada
keadaan
yang berat tampak ensefalomasia multipel atau iskemia yang
menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis
di daerah paraventrikluar substansia alba dan dapat terjadi atrofi
yang difus pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan tersebut
dapat fokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena.
5.
Etiologi
Penyebab
cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
1)
Pranatal :
a)
Malformasi kongenital.
b)
Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin
(misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau
infeksi virus lainnya).
c)
Radiasi sinar X.
d)
Tok gravidarum.
e)
Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta
previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
f)
Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.
2)
Natal :
a)
Anoksia/hipoksia.
Penyebab
terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat
pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik,
partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan
bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b)
Perdarahan otak.
Perdarahan
dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya,
misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat
pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan
dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS
sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural
dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c)
Trauma lahir.
d)
Prematuritas.
Bayi
kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih
banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah,
enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
e)
Ikterus
Ikterus
pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.
f)
Meningitis purulenta
Meningitis
purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3)
Postnatal :
a)
Trauma kapitis.
b)
Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri,
tromboplebitis, ensefalomielitis.
c)
Kern icterus.
Beberapa
penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan
daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip
dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat
lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital,
toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy.
Faktor
prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan
faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy
mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.
Sedang1
faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun
(Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley,
1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).
6.
Patofisiologi
Adanya
malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan
degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan
berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan
pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive
atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi
dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal
sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah
kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau
infeksi).
7.
Patogenesis
Perkembangan
susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi
dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi
ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan
pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital
seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain
sebagainya.
Fase
selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa
gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan
mikrosefali, makrosefali.
Stadium
selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi
bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd
berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke
lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara
tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan
korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan
kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium
organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun
pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi
genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat
lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi
proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.
Kelainan
neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya
kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks
dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis
daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia
serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan
subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang
bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus
secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan
menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak;
bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran
dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan
meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul
hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang
berhubungan dengan ventrikel.
Trauma
lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder.
Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi
ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada
sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa
mengakibatkan bangkitan epilepsi.
8.
Faktor
Resiko
a.
Prematuritas
b.
Ikterus pada masa neonatus
c.
Meningitis purulenta pada masa bayi
9.
Manifestasi
Klinis
a.
Spastisitas
Terdapat
peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan
reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap
dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian
tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu
tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur,
misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan
tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu
jari melintang di telapak tangan.
Tungkai
dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam
flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya
terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas
tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/
monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis
adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai
lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah
kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai.
Golongan
spastitis ini meliputi / 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk
kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan,
yaitu:
1)
Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat
dari yang lainnya.
2)
Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan
lengan dan tungkai dipihak yang sama.
3)
Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.
4)
Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai.
b.
Tonus otot yang berubah
Bayi
pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan
pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi
perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan
berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang,
tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah
menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski
negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck
reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan
disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
c.
Koreo-atetosis
Kelainan
yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama
tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut.
Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot.
Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak
diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada
masa neonatus.
d.
Ataksia
Ataksia
adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid
dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan
keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat
lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak
diserebelum.
e.
Gangguan pendengaran
Terdapat
5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f.
Gangguan bicara
Disebabkan
oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol
otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering
tampak anak berliur.
g.
Gangguan mata
Gangguan
mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
h.
Paralisis
Dapat
berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia.
Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
i.
Gerakan involunter
Dapat
berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat
bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
j.
Kejang
Dapat
bersifat umum atau fokal.
k.
Gangguan perkembangan mental
Retardasi
mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy
terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia.
Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya
disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi
atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat
diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh
dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter.
Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak,
perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
l.
Problem emosional terutama pada saat remaja.
10.
Klasifikasi
Banyak
klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini
akan diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat
kemampuan fungsionil. Berdasarkan gejala klinis maka pembagian
cerebral palsy adalah sebagai berikut:
1)
Tipe spastis atau piramidal.
Pada
tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a)
Hipertoni (fenomena pisau lipat).
b)
Hiperrefleksi yang djsertai klonus.
c)
Kecenderungan timbul kontraktur.
d)
Refleks patologis.
Secara
topografi, distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:
a)
Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b)
Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah
lebih berat.
c)
Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas
sedikit lebih berat.
d)
Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
e)
Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota
gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
2)
Tipe ekstrapiramidal
Akan
berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis,
distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan
retardasi mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni,
hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini
kontraktunjarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat
wajah yang asimetris dan disantni.
3)
Tipe campuran
Gejala-gejalanya
merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan
hipertoni disertai gerakan khorea. Berdasarkan derajat kemampuan
fungsional.
1)
Ringan:
Penderita
masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari sehingga sama
sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2)
Sedang:
Aktifitas
sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus
atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat
bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan
penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara
sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan
baik.
3)
Berat:
Penderita
sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin
dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan
khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita
seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan
khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau
yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya
maupun lingkungannya.
11.
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan,
perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya
cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan
perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang
masih menetap.
Pada
bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang
kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan
hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir
semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan
penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala,
pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita
yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis,
hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan
ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba
mencari etiologi.
Pemeriksaan
psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan
menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
12.
Penatalaksanaan
a.
Medik
Pengobatan
kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama
yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater,
dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi,
occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan
orangtua pasien.
b.
Fisioterapi
Tindakan
ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu
program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan
posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat
dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini
dilakukan sepanjang pasien hidup.
c.
Tindakan bedah
Bila
terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk
dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan
tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan
pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
d.
Obat-obatan
Pasien
sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik,
makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya
makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute
cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
e.
Tindakan keperawatan
Mengobservasi
dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi
secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai
adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera
memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
Jika
telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak
walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar
dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal
supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
f.
Occupational therapy
Ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki
kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan
pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.
g.
Speech therapy
Diberikan
pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.
13.
Pemeriksaan
Penunjang
- Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan.
- Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
- Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
- Foto rontgen kepala.
- Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
- Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
14.
Komplikasi
1.
Ataksi
2.
Katarak
3.
Hidrosepalus
4.
Retardasi Mental
IQ
di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan
suatu ketegangan [menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.
5.
Strain/ ketegangan
Lebih
sering pada qudriplegia dan hemiplegia
6.
Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering
terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
7.
Kehilangan sensibilitas
Anak-anak
dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
8.
Hilang pendengaran
Atrtosis
sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
9.
Gangguan visual
Bermata
juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
10.
Kesukaran btuk bicara
Penyebab:
disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal,
gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak
hemiplagia.
11.
Lateralisasi
Dominan
pada anak [sebelum/di depan] [yang] normal nya dan yang di /
terpengaruh oleh gejala hemiplegia, kemudian akan ada berbagai
kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara
12.
Inkontinensia
RM,
dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar
kecil.
13.
penyimpangan Perilaku
Tidak
suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan
ketidaksuburan/kemandulan.
15.
Prognosis
Prognosis
tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan
Skandinavia 20-25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai
buruh penuh; sebanyak 30-35% dari semua pasien cerebral palsy dengan
retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik
pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat
apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan
penglihatan dan pendengaran.
Pengamatan
jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti dikutip oleh
Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan
fungsi motorik dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang
mendapatkan rehabilitasi yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kritik Dan Saranya Yaaaa