2.1
Pengertian Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah
sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai
sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)
Anemia sel sabit adalah
anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin
dan disertai dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia).Disebut juga anemia
drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.
Penyakit Sel Sabit (sickle
cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai
dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik
kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
2.2
Anatomi Fisiologi
Sel darah merah atau
eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang
kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah
tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam
perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma
bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A
dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang.
Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang
mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH
normal melalui serangkaian dapar intraselluler. Molekul-molekul Hb
terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme,
masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini
memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.
2.3
Penyebab/ etiologi
Penyakit sel sabit adalah
hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin.
Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul
hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida.
Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan
asam glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin
terdapat pada posisi itu.
Substitusi asam amino pada
penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar
molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2).
Sel-sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku
serta berbentuk sabit.
Gambar 1. Sel
Darah Merah Berbentuk Sabit
Deoksigenasi dapat terjadi
karena banyak alasan. Eritrosit yang mengandung Hb S melewati
sirkulasi mikro secara lebih lambat daripada eritrosit normal,
menyebabakan deoksigenasi menjadi lebih lama. Eritrosit Hb S melekat
pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran darah. Peningkatan
deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada di bawah titik kritis dan
mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular. Karena
kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit
berkelompok, dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri,
dan infark organ (Linker, 2001). Berulangnya episode pembentukan
sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan membran sel menjadi
rapuh dan terpecah-pecah. Sel-sel kemudian mengalami hemolisis dan
dibuang oleh sistem monositmakrofag. Dengan demikian siklus hidup SDM
jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang
melakukan penggantian. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel
sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi
umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia, 2006)
Gambar 2.
Menggambarkan siklus krisis infark sel sabit
Deoksigenasi
sel-sel darah
merah
Pembentukan sabit
Infark
meningkat
SIKLUS KRISIS
Dehidrasi
INFARK SEL SABIT
asidosis
Obstruksi
mikrovaskular
Viskositas darah meningkat
Pembentukan
sabit
Stasis mikrovaskular
meningkat
meningkat
Peningkatan
deoksigenasi
2.4
Patofisiologi
Defeknya adalah satu
substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A
normal mengandung dua rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua
gen untuk sintesa tiap rantai. Trait sel sabit hanya
mendapat satu gen normal, sehingga SDM masih mampu mensintesa kedua
rantai β dan βs, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan
S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat. Apabila
dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan
membawa dua gen abnormal dan hanya mempuntai rantai βs
dan hanya hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit.
(Smeltzer C Suzanne, 2002)
2.5 Gejala
Penderita selalu mengalami
berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang
ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya.
Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:
Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:
- semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang)
- demam, kadang sesak nafas.
Nyeri perut bisa sangat
hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip
dengan apendisitis atau suatu kista indung
telur.
Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya.
Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang hancur.
Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur.
Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang.
Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi.
Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).
Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya.
Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang hancur.
Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur.
Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang.
Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi.
Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).
2.6
Manifestasi Klinik
No. | Sistem | Komplikasi | Tanda dan Gejala |
1. | Jantung | Gagal jantung kongestif | Kardiomegali, takikardi, napas pendek, dispnea sewaktu kerja fisik, gelisah |
2. | Pernapasan | Infark paru, pneumonia | Nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, gelisah |
3. | Saraf Pusat | Trombosis serebral | Afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung kemih |
4. | Genitourinaria | Disfungsi ginjal | Nyeri pinggang, hematuria |
5. | Gastrointestinal | Kolesistitis, fibrosis hati, abses hati | Nyeri perut, hepatomegali, demam |
6. | Okular | Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer, perdarahan | Nyeri, perubahan penglihatan, buta |
7. | Skeletal | Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri | Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki |
8. | Kulit | Ulkus tungkai kronis | Nyeri, ulkus terbuka dan mengering |
2.7
Prognosis/ penatalaksanaan
Sekitar 60% pasien anemia
sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan
terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi
dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu
yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini
terjadi secara mendadak. Orang dewasa dengan anemia sel sabit
sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus.
Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi
SDM hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik.
Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada trimester ketiga.
Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi.
Penyuluhan sebelum memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah
keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer
Sjaifullah, 1999)
2.8
Pengobatan
Sampai saat ini belum
diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit,
karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan
penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit,
pengobatan ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan
pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan mencakup
pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang
besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami
hipoksia. Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder
terhadap adanya infeksi dapat mengenai setiap bagian tubuh. Transfusi
hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitis.
Transfusi juga diperlukan selama kehamilan. Penderita seringkali
cacat karena adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya
kejadian-kejadian oklusi pada pembuluh darah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANEMIA SEL SABIT
3.1
Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu
dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita
anemia sel sabit yaitu :
1. Pengumpulan
data
a. Identifikasi Pasien
: nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b.
Identitas penanggung
c. Keluhan utama
dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama: pada
keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan pasien pada saat
itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa
lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan
atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
d. Riwayat kesehatan
keluarga
Penyakit anemia sel sabit
dapat disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari
orang tua yang sama-sama trait sel sabit
e. Riwayat kesehatan
sekarang
- Klien terlihat keletihan
dan lemah
- Muka klien pucat dan
klien mengalami palpitasi
- Mengeluh nyeri mulut dan
lidah
f. Pemeriksaan
fisik
- Aktivitas/ istirahat
Gejala:
Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan
produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat
Tanda: Tidak
bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)
- Sirkulasi
Gejala: Palpitasi
atau nyeri dada anginal
Tanda: Takikardi,
disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah, pernapasan
lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.
- Eliminasi
Gejala: Sering
berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)
Tanda: Nyeri
tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning pucat,
hematuria, berat jenis urine menurun
- Integritas ego
Gejala: Mudah
marah, kuatir, takut
Tanda: Ansietas,
gelisah
- Makanan/ cairan
Gejala: Haus,
anoreksia, mual/ muntah
Tanda: Penurunan
berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak kulit
dan membran mukosa kering.
- Hygiene
Gejala: Keletihan/
kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri
Tanda: Ceroboh,
penampilan tidak rapi
- Neurosensori
Gejala: Sakit
kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas
Tanda: Kelemahan
otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang
- Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri
punggung, sakit kepala
Tanda: Penurunana
rentang gerak, gelisah
- Pernapasan
Gejala: Dispnea
saat bekerja/ istirahat
Tanda: Distres
pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi
- Keamanan
Gejala: Riwayat
transfusi
Tanda: Demam
ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan
- Seksualitas
Gejala: Kehilangan
libido, amenorea, priapisme
Tanda: Maturitas
seksual terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia)
2. Pemeriksaan
Penunjang
a. Jumlah Darah Lengkap (
JDL): Leukosit dan trombosit menurun
b. Retikulosit: jumlah
dapat bervariasi dari 30% – 50%
c. Pewarnaan SDM:
menunjukkan sebagian sabit atau lengkap
d. LED: meningkat
e. Eritrosit: menurun
f. GDA: dapat menunjukkan
penurunan PO2
g. Billirubin serum:
meningkat
h. LDH: meningkat
i. TIBC: normal sampai
menurun
j. IVP: mungkin dilakukan
untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
k. Radiografik tulang:
mungkin menunjukkan perubahan tulang
l. Rontgen: mungkin
menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis
3.2
Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran
gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa
oksigen darah.
2.
Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan
fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan
fibrosis.
3.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan cairan.
4. Nyeri
yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh
darah.
5.
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan
dengan gangguan sirkulasi.
6.
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang penyakitnya.
3.3
Tindakan/ Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan:
Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah, yang ditandai oleh: dispnea,
gelisah, takikardia, dan sianosis (hipoksia).
Tujuan Umum: Tidak
terdapatnya sekret
Tujuan Khusus:
Menunjukkan perbaikan ventilasi/ oksigenasi dan bunyi napas
normal.
Intervensi | Rasional |
Mandiri
Awasi frekuensi/ kedalaman
pernapasan, area sianosis.
Auskultasi bunyi napas, catat
adanya/ takadanya, dan bunyi adventisisus.
Kaji laporan nyeri dada dan
peningkatan kelemahan.
Bantu dalam mengubah posisi, batuk
dan napas dalam.
Kaji tingkat kesadaran.
Kaji toleransi aktivitas;
tempatkan pasien pada tirah baring.
Dorong pasien untuk memilih
periode istirahat dan aktivitas.
Peragakan dan dorong penggunaan
teknik relaksasi.
Tingkatkan masukan cairan yang
adekuat.
Batasi pengunjung/ staf.
Kolaborasi
Berikan suplemen O2 sesuai
indikasi.
Lakukan/ bantu fisioterapi dada.
Berikan pak SDM atau transfusi tukar sesuai indikasi. |
Indikator keadekuatan fungsi
pernapasan atau tingkat gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.
Terjadinya atelektasis dan stasis
sekret dapat mengganggu pertukaran gas.
Menggambarkan terjadinya infeksi
paru, yang meningkatkankerja jantung dan kebuttuhan oksigen.
Meningkatkan ekspansi dada
optimal, memobilisasikan sekresi, dan menurunkan stasis sekret.
Jaringan otak sangat sensitif pada
penurunan oksigen dan merupakan indikator dini terjadinya
hipoksia.
Penurunan kebutuhan metabolik
tubuh menurunkan kebutuhan O2.
Melindungi dari kelelahan
berlebihan.
Relaksasi menurunkan teganagn otot
dan ansietas.
Masukan yang mencukupi perlu untuk
mobilisasi sekret.
Melindungi dari potensial sumber
infeksi pernapasan.
Memaksimalkan transpor O2 ke
jaringan, khususnya pada adanya gangguan paru/ pneumonia.
Dilakukan untuk memobilisasi
sekret dan meningkatkan pengisian udara area paru.
Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan persentase
hemoglobin S (untuk mencegah sabit) dan merusak sel sabit. |
Diagnosa keperawatan:
Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan
fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan
fibrosis, yang ditandai oleh: penurunan tanda vital, pucat, gelisah,
nyeri tulang, angina, dan gangguan penglihatan.
Tujuan Umum: Perfusi
jaringan adekuat
Tujuan Khusus:
Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan oleh
tanda vital yang stabil.
Intervensi | Rasional |
Mandiri
Awasi tanda vital dengan cermat. Kaji nadi untuk frekuensi,
irama, dan volume. |
Pengendapan dan sabit pembuluh perifer dapat menimbulkan obliterasi lengkap/ terjadi penurunan perfusi jaringan pada sekitar pembuluh darah. |
Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, sianosis, diaforesis, pelambatan pengisian kapiler. | Perubahan menunjukkan penurunan sirkulasi/ hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler. |
Catat perubahan dalam tingkat kesadaran. | Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi SSP akibat iskemia atau infark. |
Pertahankan pemasukkan cairan adekuat. | Dehidrasi tidak hanya menyebabkan hipovolemia tetapi meningkatkan pembentukan sabit dan oklusi kapiler. |
Pertahankan suhu lingkungan dan kehangatan tubuh. | Mencegah vasokontriksi; membantu dalam mempertahankan sirkulasi dan perfusi. |
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Darah lenkap, BUN |
Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark organ jaringan seperti otak, hati, limpa, ginjal dsb. |
Berikan cairan hipo-osmolar (mis. Cairan garam faal 0,45) melalui pompa infus. | Hidrasi menurunkan konsentrasi Hb S dalam SDM, yang menurunkan kecenderungan sabit, dan juga menurunkan viskositas darah yang membantu untuk mempertahankan perfusi. |
Berikan agen antisabit percobaan (mis, natrium sianat) dengan hati-hati. | Agen antisabit ditujukan pada hidup panjang eritrosit dan mencegah sabit dengan mempengaruhi perubahan membran sel. |
Diagnosa keperawatan:
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan cairan, yang ditandai oleh:
anoreksia, dehidrasi (muntah, diare, demam).
Tujuan Umum: Intake
cairan terpenuhi
Tujuan Khusus:
Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Intervensi | Rasional |
Mandiri
Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat. Timbang tiap
hari. |
Pasien dapat menurunkan pemasukan cairan selama periode krisis karena malaise, anoreksia dsb. |
Perhatikan karakteristik urine dan berat jenis. | Ginjal dapat kehilangannya untuk mengkonsentrasikan urine, mengakibatkan kehilangan banyak urine encer. |
Awasi tanda vital. | Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia. |
Observasi demam, perubahan tingkat kesadaran, turgor kulit buruk, nyeri. | Gejala yang menunjukkan dehidrasi. |
Awasi tanda vital dengan ketat selama transfusi darah dan catat adanya dispnea, ronki, mengi, batuk, dan sianosis. | Jantung dapat kelelahan dan cenderung gagal karena kebutuhan pada status anemia. |
Kolaborasi
Berikan cairan sesuai indikasi. |
Penggantian atas kehilangan/ defisit: dapat memperbaiki ginjal pada SDM. |
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Hb/Ht, elektrolir serum dan urine. | Peningkatan menunjukkan hemokonsentrasi. Kehilangan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine dapat mengakibatkan penurunan Na+, K+, dan Cl+ serum. |
Diagnosa keperawatan:
Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit
dalam pembuluh darah, yang ditandai oleh: nyeri lokal, menyebar,
berdenyut, perih, sakit kepala.
Tujuan Umum:
Mengurangi nyeri
Tujuan Khusus:
Menyatakan nyaeri berkurang; menunjukkan postur badan rileks,
bebas bergerak; meningkatkan asupan cairan.
Intervensi | Rasional |
Kaji berat dan lokasi nyeri. Tempat nyeri yang sering adalah sendi dan ekstremitas, dada, dan abdomen. | Jaringan dan organ sangat peka terhadap trombosis mikrosirkulasi dengan akibat kerusakan hipoksik; hipoksia menyebabkan nyeri. |
Berikan analgetik sesuai rsesp. Perhitungkan pemakaian anagelsik yang dikontrol pasien. | Anageltik oploid penting untuk mengurangi nyeri yang berat. |
Dukung asupan cairan peroral dan berikan cairan IV sesuai resep; memantau asupan dan haluaran cairan. | Cairan akan memperbaiki hemodilusi dan menguraiakn algutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil. |
Posisikan pasien dengan hati-hati dan sangga daerah nyeri; dukung penggunaan teknik relaksasi dan latihan pernapasan. | Nyeri sendi dapat dikurangi selama krisis dengan gerakan yang hati-hati dan penggunaan kompres panas; teknik relaksasi dan latihan pernapasan dapat berfungsi sebagai pelemas. Penyumbatan pembuluh darah oleh sel sabit akan menurunkan sirkulasi. |
Diagnosa keperawatan:
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan gangguan sirkulasi, yang ditandai oleh:
turgor kulit buruk, kulit kering, pucat.
Tujuan Umum:
Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria: kulit segar,
sirkulasi darah lancar.
Tujuan Khusus:
Mencegah cedera; berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan
faktor resiko/kerusakan kuilt.
Intervensi | Rasional |
Mandiri
Sering ubah posisi, bahkan bila duduk di kursi. |
Mencegah tekanan jaringan lama dimana sirkulasi telah terganggu, menurunkan resiko trauma jaringan/ iskemia. |
Inspeksi kulit/ titik tekanan secara teratur untuk kemerahan, beriakan pijatan lembut. | Sirkulasi buruk pada jaringan, mencegah kerusakan kulit. |
Pertahankan permukaan kulit kering dan bersih; linen kering/ bebas kerutan. | Lembab, area terkontaminasi memberikan media yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen. |
Awasi tungkai terhadap kemerahan, perhatikan dengan ketat terhadap pembentukan ulkus. | Potensi jalan masuk untuk organisme patogen. Pda adnya gangguan sistem imun, ini meningkatkanresiko infeksi/ pelambatan penyembuhan. |
Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk. | Meningkatkan aliran balik vena menurunkan stasis vena/ pembentukan edema. |
Kolaborasi
Berikan kasur air atau tekanan udara. |
Menurunkan tekanan jaringan dan membantu dalam memaksimalkan perfusi seluler untuk mencegah cedera. |
Awasi status area iskemik, ulkus. Perhatikan distribusi, ukuran, kedalaman, karakter, dan drainase. | Perbaikan atau lambanya penyembuhan menunjukkan status perfusi jaringan dan keefektifan intervensi. |
Siapkan untuk/ bantu oksigenasi pada ulkus. | Memaksimalkan pemberian oksigen ke jaringan, meningkatkan penyembuhan |
Diagnosa keperawatan:
Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakitnya, yang ditandai oleh: pertanyaan; meminta
informasi; tidak akurat mengikuti intruksi; dan ansietas.
Tujuan Umum: Memahami
tentang penyakitnya
Tujuan Khusus:
Menyatakan pemahaman proses penyakit, termasuk gejala krisis;
melakukan perilaku yang perlu/perubahan pola hidup untuk mencegah
komplikasi.
Intervensi | Rasional |
Berikan informasi tentang penyakitnya. | Memberikan dasar pengethuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi. |
Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya. | Menberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan pasien untuk memilih informasi. |
Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4-6 liter cairan perhari. | Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit/ krisis. |
Dorongb latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. | Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur. |
3.4
Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah
pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi
tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter
dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan
terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena
kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan
rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan pasien.
3.5
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran
dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses
keperawatan.
Hasil evaluasi yang
diharapkan/ kriteria: evaluasi pada pasien dengan anemia sel sabit
adalah sebagai berikut:
Mengatakan pemahaman
situasi/ faktor resiko dan program pengobatan individu dengan
kriteria:
- Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
- Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman
proses penyakit dan pengobatan pengobatan dengan kriteria:
c.
Mengidentifikasikan hubungan tanda/ gejala penyebab.
d. Melakukan
perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasikan
perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria:
f. Menyatakan
penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
g. Menyukai diri
sebagai orang yang berguna.
Mempertahankan hidrasi
adekuat dengan kriteria:
h. Tanda-tanda vital
stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
Menunjukkan perilaku
perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan
yang sesuai dengan kriteria:
i. Menunjukkan
peningkatan berat badan, mencapai tujuan denagn nilai laboratorium
normal.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Anemia sel sabit adalah
sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai
sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. Penyakit Sel Sabit (sickle
cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai
dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik
kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.
Penyakit sel sabit/ anemia
sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu
individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua
orangtua. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah
infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran
tinggi, dan menyelam.
Gejala klinis yang biasa
terjadi pada seseorang yang gangguan anemia sel sabit dapat berupa :
nyeri, pucat, kelemahan dan keletihan, palpitasi, takikardia, diare
dan penurunan haluaran urin, penurunan nafsu makan, mual dan muntah,
kulit kering, nafas pendek, gangguan penglihatan dan demam.
Pengkajian yang dilakukan
pada klien yang anemia dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai
berikut: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan
penurunan kapasitas pembawa oksigen darah; perubahan perfusi jaringan
yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan
miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis; resiko
tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan cairan; nyeri yang berhubungan dengan
aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah; resiko tinggi terhadap
kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan
sirkulasi; serta kurang pengetahuan yang berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Implementasi keperawatan
pada klien anemia sel sabit harus sesuai dengan intervensi atau
rencana keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena itu perawat harus
memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif sehingga
meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
4.2
Saran
Karena penyakit dapat
menimbulkan krisis yang berbahaya, mereka yang mengidap anemia sel
sabit perlu bekerja keras untuk mempertahankan kesehatan yang baik.
Mereka dapat melakukan hal ini dengan menjaga kebersiahn pribadi,
dengan menghindari aktivitas yang berat yang berkepanjangan, dan
dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang dan baik.
Para penderita anemia sel
sabit hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang teratur. Jika
penderita anemia sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan
teratur, maka ini memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit
untuk hidup secara normal.
Dengan mengetahui konsep
dasar dan asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit, diharapkan
dalam memberikan pelayanan kesehatan harus secara profesional dan
komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000.
Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku. EGC: Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000.
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta
Engram, Barbara. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. EGC:
Jakarta
Price, Sylvia A. 2006.
Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1.
EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kritik Dan Saranya Yaaaa