MODERATOR

Senin, 19 November 2012

Sindroma Alkohol Pada Janin


Definition :
Sindroma Alkohol Pada Janin adalah suatu keadaan yang terjadi pada bayi yang selama dia berada dalam kandungan, ibunya mengkonsumsi minuman beralkohol.
Cause :
Minum minuman beralkohol selama hamil bisa menyebabkan cacat bawaan, terutama jika alkohol diminum dalam jumlah besar. Belum terbukti bahwa alkohol dalam jumlah yang kecil adalah aman; karena itu sebaiknya selama hamil, ibu tidak mengkonsumsi alkohol. Pemakaian alkohol selama trimester pertama lebih berbahaya dibandingkan dengan trimester kedua; pemakaian alkohol selama trimester kedua lebih berbahaya dibandingkan dengan pemakaian alkohol selama trimester ketiga. Alkohol yang diminum oleh ibu hamil dengan mudah akan melewati plasenta (ari-ari) dan sampai ke janin. Karena itu, alkohol bisa merugikan perkembangan janin.
Sign & Symptoms
Alkohol dalam jumlah besar bisa menyebabkan keguguran atau sindroma alkohol pada janin.

Sindroma alkohol pada janin bisa menyebabkan cacat bawaan berikut:
- IUGR (intrauterine growth retardation), yaitu gangguan pertumbuhan pada janin dan bayi baru lahir yang meliputi semua parameter (lingkar kepala, berat badan, panjang badan)
- Perkembangan yang tertunda disertai penurunan fungsi mental (bisa ringan sampai berat)
- Kelainan wajah, bisa berupa mikrosefalus (kepala yang kecil), rahang atas yang kecil, hidung yang pendek dan menghadap ke atas, tidak ada lekukan diatas pertengahan bibir atas, bibir atas tipis dan tidak berlekuk, mata yang kecil dengan jarak antara kedua mata yang sempit
- Kelainan jantung (misalnya kelainan septum ventrikel atau kelainan septum atrium)
- Kelainan pada persendian, tangan, kaki, jari tangan dan jari kaki
- Tremor (gemetaran)
- Kelainan pada garis telapak tangan.

Akibat yang paling serius adalah gangguan perkembangan otak yang bisa menyebabkan keterbelakangan mental.
Diagnose :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Dengan stetoskop akan terdengar bunyi jantung murmur

Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
- USG (menunjukkan adanya IUGR)
- EKG bayi
- Pemeriksaan darah ibu (menunjukkan adanya intoksikasi alkohol). atau tanda kelainan jantung lainnya.
Treatment :
Kelainan pada bayi dan anak yang menderita sindroma alkohol sangat beragam dan sulit untuk diatasi. Untuk mengatasi kelainan jantung bawaan mungkin perlu dilakukan pembedahan. Tidak ada terapi yang efektif untuk keterbelakangan mental.
Prevention :
Wanita yang memiliki rencana untuk hamil atau wanita hamil tidak boleh mengkonsumsi alkohol. Wanita alkoholik yang hamil harus mengikuti program rehabilitasi penyalahgunaan alkohol dan selama hamil menjalani pengawasan ketat.

Anemia Sel Sabit

2.1          Pengertian Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002)  Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia).Disebut juga anemia drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
2.2         Anatomi Fisiologi
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna.
2.3         Penyebab/ etiologi
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan asam glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada posisi itu.
Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel-sel darah merah kemudian mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.
Gambar 1. Sel Darah Merah Berbentuk Sabit
Deoksigenasi dapat terjadi karena banyak alasan. Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro secara lebih lambat daripada eritrosit normal, menyebabakan deoksigenasi menjadi lebih lama. Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran darah. Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada di bawah titik kritis dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular. Karena kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak teratur, sel-sel sabit berkelompok, dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah, krisis nyeri, dan infark organ (Linker, 2001). Berulangnya episode pembentukan sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan terpecah-pecah. Sel-sel kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh sistem monositmakrofag. Dengan demikian siklus hidup SDM jelas berkurang, dan meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang melakukan penggantian. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia, 2006)
Gambar 2. Menggambarkan siklus krisis infark sel sabit
Deoksigenasi
sel-sel darah
merah
Pembentukan sabit
Infark                                                        meningkat
SIKLUS KRISIS Dehidrasi
INFARK SEL SABIT asidosis
Obstruksi mikrovaskular                                Viskositas darah meningkat
Pembentukan sabit                                        Stasis mikrovaskular
meningkat                                                       meningkat
Peningkatan
deoksigenasi
2.4         Patofisiologi
Defeknya adalah satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A normal mengandung dua rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk sintesa tiap rantai. Trait sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga SDM masih mampu mensintesa kedua rantai β dan βs, jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat. Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan membawa dua gen abnormal dan hanya mempuntai rantai βs dan hanya hemoglobin S, maka anak akan menderita anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002)
2.5 Gejala
Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya.
Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit, yang ditandai dengan:
  • semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang-tulang panjang)
  • demam, kadang sesak nafas.
Nyeri perut bisa sangat hebat dan bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip dengan apendisitis atau suatu kista indung telur.
Pada anak-anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada, yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas.
Penyebab yang pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah atau embolus (pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya.
Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah, sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama-lama hati menjadi lebih besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang hancur.
Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur.
Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang.
Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki. Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam, dan sendi panggul mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi buatan.
Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi.
Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami ereksi).
2.6         Manifestasi Klinik
No. Sistem Komplikasi Tanda dan Gejala
1. Jantung Gagal jantung kongestif Kardiomegali, takikardi, napas pendek, dispnea sewaktu kerja fisik, gelisah
2. Pernapasan Infark paru, pneumonia Nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, gelisah
3. Saraf Pusat Trombosis serebral Afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung kemih
4. Genitourinaria Disfungsi ginjal Nyeri pinggang, hematuria
5. Gastrointestinal Kolesistitis, fibrosis hati, abses hati Nyeri perut, hepatomegali, demam
6. Okular Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer, perdarahan Nyeri, perubahan penglihatan, buta
7. Skeletal Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki
8. Kulit Ulkus tungkai kronis Nyeri, ulkus terbuka dan mengering
2.7         Prognosis/ penatalaksanaan
Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak. Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi SDM hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik. Pada kehamilan usuhakan agar Hb 10-12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih pasangan hidup adalah untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot.(Noer Sjaifullah, 1999)
2.8         Pengobatan
Sampai saat ini belum diketahui ada pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit, karena itu pengobatan secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang. Karena infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia. Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi dapat mengenai setiap bagian tubuh. Transfusi hanya diperlukan selama terjadi krisis aplastik atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan. Penderita seringkali cacat karena adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi pada pembuluh darah.
























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANEMIA SEL SABIT
3.1         Pengkajian Keperawatan
Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita anemia sel sabit yaitu :
1. Pengumpulan data
a. Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
bIdentitas penanggung
c.  Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan pasien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit
e. Riwayat kesehatan sekarang
- Klien terlihat keletihan dan lemah
- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
- Mengeluh nyeri mulut dan lidah
f.  Pemeriksaan fisik
  • Aktivitas/ istirahat
Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat
Tanda: Tidak bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)
  • Sirkulasi
Gejala: Palpitasi atau nyeri dada anginal
Tanda: Takikardi, disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah, pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.
  • Eliminasi
Gejala: Sering berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)
Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning pucat, hematuria, berat jenis urine menurun
  • Integritas ego
Gejala: Mudah marah, kuatir, takut
Tanda: Ansietas, gelisah
  • Makanan/ cairan
Gejala: Haus, anoreksia, mual/ muntah
Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.
  • Hygiene
Gejala: Keletihan/ kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri
Tanda: Ceroboh, penampilan tidak rapi
  • Neurosensori
Gejala: Sakit kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas
Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang
  • Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri punggung, sakit kepala
Tanda: Penurunana rentang gerak, gelisah
  • Pernapasan
Gejala: Dispnea saat bekerja/ istirahat
Tanda: Distres pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi
  • Keamanan
Gejala: Riwayat transfusi
Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan
  • Seksualitas
Gejala: Kehilangan libido, amenorea, priapisme
Tanda: Maturitas seksual terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia)
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL): Leukosit dan trombosit menurun
b. Retikulosit: jumlah dapat bervariasi dari 30% – 50%
c. Pewarnaan SDM: menunjukkan sebagian sabit atau lengkap
d. LED: meningkat
e. Eritrosit: menurun
f. GDA: dapat menunjukkan penurunan PO2
g. Billirubin serum: meningkat
h. LDH: meningkat
i. TIBC: normal sampai menurun
j. IVP: mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
k. Radiografik tulang: mungkin menunjukkan perubahan tulang
l.  Rontgen: mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis
3.2       Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
2.    Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis.
3.    Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan.
4.    Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah.
5.    Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
6.    Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
3.3       Tindakan/ Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah, yang ditandai oleh: dispnea, gelisah, takikardia, dan sianosis (hipoksia).
Tujuan Umum: Tidak terdapatnya sekret
Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan ventilasi/ oksigenasi dan bunyi napas normal.
Intervensi Rasional
Mandiri
Awasi frekuensi/ kedalaman pernapasan, area sianosis.
Auskultasi bunyi napas, catat adanya/ takadanya, dan bunyi adventisisus.
Kaji laporan nyeri dada dan peningkatan kelemahan.
Bantu dalam mengubah posisi, batuk dan napas dalam.
Kaji tingkat kesadaran.
Kaji toleransi aktivitas; tempatkan pasien pada tirah baring.
Dorong pasien untuk memilih periode istirahat dan aktivitas.
Peragakan dan dorong penggunaan teknik relaksasi.
Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
Batasi pengunjung/ staf.
Kolaborasi
Berikan suplemen O2 sesuai indikasi.
Lakukan/ bantu fisioterapi dada.
Berikan pak SDM atau transfusi tukar sesuai indikasi.
Indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingkat gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.
Terjadinya atelektasis dan stasis sekret dapat mengganggu pertukaran gas.
Menggambarkan terjadinya infeksi paru, yang meningkatkankerja jantung dan kebuttuhan oksigen.
Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan sekresi, dan menurunkan stasis sekret.
Jaringan otak sangat sensitif pada penurunan oksigen dan  merupakan indikator dini terjadinya hipoksia.
Penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan kebutuhan O2.
Melindungi dari kelelahan berlebihan.
Relaksasi menurunkan teganagn otot dan ansietas.
Masukan yang mencukupi perlu untuk mobilisasi sekret.
Melindungi dari potensial sumber infeksi pernapasan.
Memaksimalkan transpor O2 ke jaringan, khususnya pada adanya gangguan paru/ pneumonia.
Dilakukan untuk memobilisasi sekret dan meningkatkan pengisian udara area paru.
Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan persentase hemoglobin S (untuk mencegah sabit) dan merusak sel sabit.
Diagnosa keperawatan: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis, yang ditandai oleh: penurunan tanda vital, pucat, gelisah, nyeri tulang, angina, dan gangguan penglihatan.
Tujuan Umum: Perfusi jaringan adekuat
Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan oleh tanda vital yang stabil.
Intervensi Rasional
Mandiri
Awasi tanda vital dengan cermat. Kaji nadi untuk frekuensi, irama, dan volume.
Pengendapan dan sabit pembuluh perifer dapat menimbulkan obliterasi lengkap/ terjadi penurunan perfusi jaringan pada sekitar pembuluh darah.
Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, sianosis, diaforesis, pelambatan pengisian kapiler. Perubahan menunjukkan penurunan sirkulasi/ hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler.
Catat perubahan dalam tingkat kesadaran. Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi SSP akibat iskemia atau infark.
Pertahankan pemasukkan cairan adekuat. Dehidrasi tidak hanya menyebabkan hipovolemia tetapi meningkatkan pembentukan sabit dan oklusi kapiler.
Pertahankan suhu lingkungan dan kehangatan tubuh. Mencegah vasokontriksi; membantu dalam mempertahankan sirkulasi dan perfusi.
Kolaborasi
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Darah lenkap, BUN
Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark organ jaringan seperti otak, hati, limpa, ginjal dsb.
Berikan cairan hipo-osmolar (mis. Cairan garam faal 0,45) melalui pompa infus. Hidrasi menurunkan konsentrasi Hb S dalam SDM, yang menurunkan kecenderungan sabit, dan juga menurunkan viskositas darah yang membantu untuk mempertahankan perfusi.
Berikan agen antisabit percobaan (mis, natrium sianat) dengan hati-hati. Agen antisabit ditujukan pada hidup panjang eritrosit dan mencegah sabit dengan mempengaruhi perubahan membran sel.
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan, yang ditandai oleh: anoreksia, dehidrasi (muntah, diare, demam).
Tujuan Umum: Intake cairan terpenuhi
Tujuan Khusus: Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Intervensi Rasional
Mandiri
Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat. Timbang tiap hari.
Pasien dapat menurunkan pemasukan cairan selama periode krisis karena malaise, anoreksia dsb.
Perhatikan karakteristik urine dan berat jenis. Ginjal dapat kehilangannya untuk mengkonsentrasikan urine, mengakibatkan kehilangan banyak urine encer.
Awasi tanda vital. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
Observasi demam, perubahan tingkat kesadaran, turgor kulit buruk, nyeri. Gejala yang menunjukkan dehidrasi.
Awasi tanda vital dengan ketat selama transfusi darah dan catat adanya dispnea, ronki, mengi, batuk, dan sianosis. Jantung dapat kelelahan dan cenderung gagal karena kebutuhan pada status anemia.
Kolaborasi
Berikan cairan sesuai indikasi.
Penggantian atas kehilangan/ defisit: dapat memperbaiki ginjal pada SDM.
Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Hb/Ht, elektrolir serum dan urine. Peningkatan menunjukkan hemokonsentrasi. Kehilangan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine dapat mengakibatkan penurunan Na+, K+, dan Cl+ serum.
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah, yang ditandai oleh: nyeri lokal, menyebar, berdenyut, perih, sakit kepala.
Tujuan Umum: Mengurangi nyeri
Tujuan Khusus: Menyatakan nyaeri berkurang; menunjukkan postur badan rileks, bebas bergerak; meningkatkan asupan cairan.
Intervensi Rasional
Kaji berat dan lokasi nyeri. Tempat nyeri yang sering adalah sendi dan ekstremitas, dada, dan abdomen. Jaringan dan organ sangat peka terhadap trombosis mikrosirkulasi dengan akibat kerusakan hipoksik; hipoksia menyebabkan nyeri.
Berikan analgetik sesuai rsesp. Perhitungkan pemakaian anagelsik yang dikontrol pasien. Anageltik oploid penting untuk mengurangi nyeri yang berat.
Dukung asupan cairan peroral dan berikan cairan IV sesuai resep; memantau asupan dan haluaran cairan. Cairan akan memperbaiki hemodilusi dan menguraiakn algutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil.
Posisikan pasien dengan hati-hati dan sangga daerah nyeri; dukung penggunaan teknik relaksasi dan latihan pernapasan. Nyeri sendi dapat dikurangi selama krisis dengan gerakan yang hati-hati dan penggunaan kompres panas; teknik relaksasi dan latihan pernapasan dapat berfungsi sebagai pelemas. Penyumbatan pembuluh darah oleh sel sabit akan menurunkan sirkulasi.
Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi, yang ditandai oleh: turgor kulit buruk, kulit kering, pucat.
Tujuan Umum: Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria: kulit segar, sirkulasi darah lancar.
Tujuan Khusus: Mencegah cedera; berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan faktor resiko/kerusakan kuilt.
Intervensi Rasional
Mandiri
Sering ubah posisi, bahkan bila duduk di kursi.
Mencegah tekanan jaringan lama dimana sirkulasi telah terganggu, menurunkan resiko trauma jaringan/ iskemia.
Inspeksi kulit/ titik tekanan secara teratur untuk kemerahan, beriakan pijatan lembut. Sirkulasi buruk pada jaringan, mencegah kerusakan kulit.
Pertahankan permukaan kulit kering dan bersih; linen kering/ bebas kerutan. Lembab, area terkontaminasi memberikan media yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen.
Awasi tungkai terhadap kemerahan, perhatikan dengan ketat terhadap pembentukan ulkus. Potensi jalan masuk untuk organisme patogen. Pda adnya gangguan sistem imun, ini meningkatkanresiko infeksi/ pelambatan penyembuhan.
Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk. Meningkatkan aliran balik vena menurunkan stasis vena/ pembentukan edema.
Kolaborasi
Berikan kasur air atau tekanan udara.
Menurunkan tekanan jaringan dan membantu dalam memaksimalkan perfusi seluler untuk mencegah cedera.
Awasi status area iskemik, ulkus. Perhatikan distribusi, ukuran, kedalaman, karakter, dan drainase. Perbaikan atau lambanya penyembuhan menunjukkan status perfusi jaringan dan keefektifan intervensi.
Siapkan untuk/ bantu oksigenasi pada ulkus. Memaksimalkan pemberian oksigen ke jaringan, meningkatkan penyembuhan
Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya, yang ditandai oleh: pertanyaan; meminta informasi; tidak akurat mengikuti intruksi; dan ansietas.
Tujuan Umum: Memahami tentang penyakitnya
Tujuan Khusus: Menyatakan pemahaman proses penyakit, termasuk gejala krisis; melakukan perilaku yang perlu/perubahan pola hidup untuk mencegah komplikasi.
Intervensi Rasional
Berikan informasi tentang penyakitnya. Memberikan dasar pengethuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya. Menberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan pasien untuk memilih informasi.
Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4-6 liter cairan perhari. Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit/ krisis.
Dorongb latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.
3.4        Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan pasien.
3.5       Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan/ kriteria: evaluasi pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut:
Mengatakan pemahaman situasi/ faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria:
  1. Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
  2. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan  pengobatan pengobatan dengan kriteria:
c.  Mengidentifikasikan hubungan tanda/ gejala penyebab.
d.  Melakukan perubahan perilaku  dan berpartisipasi pada pengobatan.
Mengidentifikasikan perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria:
f.  Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan.
g.  Menyukai diri sebagai orang yang berguna.
Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria:
h.  Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.
Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria:
i.  Menunjukkan peningkatan berat badan, mencapai tujuan denagn nilai laboratorium   normal.
BAB IV
PENUTUP
4.1      Kesimpulan
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.
Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.
Penyakit sel sabit/ anemia sel sabit merupakan gangguan genetik resesif autosomal, yaitu individu memperoleh hemoglobin sabit (hemoglobin S) dari kedua orangtua. Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung, disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam.
Gejala klinis yang biasa terjadi pada seseorang yang gangguan anemia sel sabit dapat berupa : nyeri, pucat, kelemahan dan keletihan, palpitasi, takikardia, diare dan penurunan haluaran urin, penurunan nafsu makan, mual dan muntah, kulit kering, nafas pendek, gangguan penglihatan dan demam.
Pengkajian yang dilakukan pada klien yang anemia dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah; perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis; resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan; nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah; resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi; serta kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.
Implementasi keperawatan pada klien anemia sel sabit harus sesuai dengan intervensi atau rencana keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena itu perawat harus memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
4.2       Saran
Karena penyakit dapat menimbulkan krisis yang berbahaya, mereka yang mengidap anemia sel sabit perlu bekerja keras untuk mempertahankan kesehatan yang baik. Mereka dapat melakukan hal ini dengan menjaga kebersiahn pribadi, dengan menghindari aktivitas yang berat yang berkepanjangan, dan dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang dan baik.
Para penderita anemia sel sabit hendaknya juga melakukan pemeriksaan medis yang teratur. Jika penderita anemia sel sabit sering melakukan pemeriksaan medis dengan teratur, maka ini memungkinkan banyak penderita anemia sel sabit untuk hidup secara normal.
Dengan mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien anemia sel sabit, diharapkan dalam memberikan pelayanan kesehatan harus secara profesional dan komprehensif sehingga meminimalkan kemungkinan terjadi komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku. EGC: Jakarta
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasiaan Perawatan Pasien. EGC: Jakarta
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. EGC: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Volume 2. EGC: Jakarta

Fenilketonuria


Fenilketonuria
Penyakit Fenilketonuria (PKU: phenylketonuria), bila tidak diobati akan menimbulkan reterdasi mental yang parah pada bayi. Dasar biokimia PKU sudah dikenal lebih dari 30 tahun. Penyakit ini ditentukan secara genetik dan terjadi akibat defisiensi atau tidak adanya enzim yang mengubah asam amino fenilalamin menjadi asam amono tirosin. Keadaan ini selanjutnya menyebabkan kenaikan kadar fenilalanin dalam darah yang menimbulkan kerusakan pada sistem syaraf pusat yang sedang berkembang itu.
Setelah sifat lesi biokimia pada penyakit PKU terungkap, tindakan rasional untuk mengobati penyakit tersebut adalah menerapkan diet rendah fenilalamin pada bayi yang menderitanya. Dengan tersedianya tes skrining biokomiawi untuk menegakkan diagnisis PKU pada saat lahir maka terapi yang efektif dapat segera dimulai.
               Konsekuensi utama pada keadaan hiperfenilalanemia tipe I (fenilketonuria klasik atau PKU) adalah reterdasi mental. Gejala klinik tambahan mencakup serangan kejang, psikosis, ekzema dan bau seperti tikus. Intevensi diet yang tepat dapat mengatasi gejala reterdasi mental. Pada PKU klasik, yaitu kelainan bawaan dengan frekuensi sekitar 1:10.000 kelahiran hidup, kadar komponen I enzim fenilalanin hidroksilase hati akan berkisar ± 25% nilai normal, dan hidroksilase menjadi tidak sensitif terhadap pengaturan oleh fenilalanin menjadi tirosin, katabolit alternatif akan diprosuksi. Katabolit ini adalah asam venilpurivat dan asam fenillaktat. Banyak fenilasetat dieksresikan sebagai fenasetilglutamin. Reterdasi mental pada anak-anak yang menderita fenilketonuria dapat dicegah dengan diet rendah fenilalanin. Diet ini dapat dihentikan pada usia 6 tahun ketika konsentrasi fenilalanin dan derivatnya yang tinggi tidak lagi mencederai otak.
               Pemeriksaan skrining terhadap bayi baru lahir untuk menemukan PKU kini sudah menjadi pemeriksaan wajib di negara maju. Hanya kadar fenilalanin plasma sebesar 20 µL yang dapat diukur. Namun demikian, mengingat asupan protein dari makanan rendah, kadar fenilalanin darah yang tinggi tidak mungkin terjadi sampai usia 3 atau 4 tahun. Hasil false-positif dapat pula ditemukan pada bayi prematur akibat terlambatnya maturasi enzim pada katabolisme fenilalanin. Tes skrining yang bermanfaat sekalipun kurang diandalkan bergantung pada hasil deteksi kenaikan kadar fenilpirufat dalam urin dengan menggunakan feri klorida.
               Pemberian fenilalanin kepada penderita fenilketonuria telah menimbulkan peningkatan kadar asam amino ini dalam waktu yang lama di dalam darah. Karena toleransi terhadap fenilalanin dan kadar fenilalanin puasa yang tinggi juga menandai para orang tua penderita PKU, maka defek genetik yang menyebabakan PKU dapat dideteksi pada orang-orang heterozygous dengan fenotipe yang normal.

Defisiensi Enzim dalam Lintasan Galaktosa Menyebabkan Galaktosemia
Ketidakmampuan untuk metabolisasi galaktosa terjadi pada penderita galaktisemia yang dapat disebabkan oleh defek bawaan pada enzim galaktokinase, uridil transferase atau 4-epimerse, sekalipun efisiensi uridil transferase merupakan keadaan yang paling dikenal. Galaktosa, yang meningkat kadarnya di dalam darah, direduksi oleh enzim aldosa reduktase didalam mata menjadi poliol (galaktitol) sehingga terjadi penumpukkan senyawa ini yang mengakibatkan katarak. Keadaan umum penderita menjadi lebih berat  bila peristiwa ini disebabkan oleh defek pada enzim uridil transferase, karena galaktosa 1-fosfat akan bertumpuk dan menghabiskan fosfat anorganik didalam hepar.
               Akhirnya, kegagalan hepar dan gangguan jiwa akan terjadi pada pasien ini. Namun demikian, pada defisiensi uridril transferase, enzim epimerase terdapat dalam jumlah yang cukup sehngga penderita galaktosemia tersebut masih dapat membentuk UDPGal dari glukosa. Hal ini menerangkan mengapa anak-anak yang menderita kelainan bawaan tersebut masih dapat tumbuh dan berkembang secara normal kendati tidak menjalani diet tanpa galaktosa untuk mengendalikan gejala penyakit tersebut.
               Beberapa kelainan genetik yang hanya menimbulkan penurunan aktivitas enzim tranferase tetapi tidak mengakibatkan defisiensi total enzim. Karena enzim tersebut terdapat dalam jumlah yang berlipat, penurunan aktifitasnya hingga mencapai 50% atau bahkan kurang tidak menimbulkan kelainan klinis, yang manifestasi kelainan itu sendiri hanya terjadi pada homozigot. Epimerase ditemukan dengan jumlah yang kurang didalam eritrosit, tetapi terdapat dengan jumlah yang memadai di dalam hepar serta ditempat lain, keadaan yang ketiga ini tampak tidak memberikan gejala (asimtomatik).

Alkaptonuria
               Penyakit metabolik bawaan ini ditemukan pada awal abad ke-16 dan dikenal pada tahun 1859, membentuk landasan bagi gagasan klasik Garrod mengenai kelainan metabolik bawaan. Manifestasi yang paling mencolok adalah perubahan warna urine yang menjadi gelap kalau didiamkan. Pada stadium lanjut penyakit ini akan menjadi pigmentasi yang menyeluruh pada jaringan ikat (okronosis) dan suatu bentuk artritias. Okronosis terjadi akibat oksidasi homogentisat oleh enzim pholipenol oksidase sehingga terbentuk benzokuinon asetat yang akan mengalami polimerasi dan terikat pada makro molekul jaringan ikat. Defek metaboliknya berupa defisiensi enzim homogentisat oksidase. Homogen tisat dalam urin akan teroksidasi oleh oksigen dalam udara menjadi peigmen yang berwarna hitam kecoklatan. Terdapat lebih dari 600 kasus traitautosoma resesif ini yang telah dilaporkan. Insidaen yang diperkirakan adalah 2-5/juta kelahiran hidup.

Down syndrome


A. DEFINISI
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom (da Cuncha, 1992). Keadaan yang paling sering terjadi pada Down syndrom adalah terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21) Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan
Down syndrome merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (www.medicastore.com)
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (www.sabah.org)
B. ETIOLOGI
Kelainan kromosom terletak pada kromosom 21 dan 15 dengan kemungkinan penyababnya ialah :
1. Non disjunction sewaktu osteogenesis (trisomi).
2. Tranlokasi kromosom 21 dan 15.
3. Postzigotik non disjuction.
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya kelainan kromosom adalah:
1) Umur ibu: biasanya pada ibu yang berumur lebih dari 30 tahun. Mungkin karena suatu ketidak seimbangan hormonal. Umur ayah tidak berpengaruh.
2) Kelainan kehamilan.
3) Kelainan endokrin pada ibu: pada usia tua dapat terjadi infertilitas relatif kelainan tiroid atau ovarium.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala atau tanda-tanda yang muncul akibat Down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita Down Syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak (Olds, London, & Ladewing, 1996). Penderita sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds).
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah.
Manifestasi klinik dari down syndrome yang lainya adalah seperti:
1. Defek jantung (mis. Defek septum atrium atau ventrikel, tetralogi fallot)-40% pasien.
2. Malformasi gastrointestinal (mis. Stenosis pilorik, atresia duodenal, fistula trakeosofagus)-12%.
3. Hipotiroidisme – 10% sampai 20 % pasien.
4. Defek visual – kesalahan refraktif (70%), strabismus (50 %) nistagmus (35%), katarak (3%).
5. Defek pendengaran (60%-90% pasien) – penurunan pendengaran konduktif ringan sampai sedang,infeksi telingah tengah kronid, pembesaran adenoid, apnea tidur.
6. Hipotonia bayi.
7. Atlanto- oksipital dan subluksasio atlanto – aksial (dislokasi medulla spinalis atas yang disebabkan oleh kelemahan sendi) – 15% pasien.
8. Abnormalitas cara berjalan – 15% pasien.
9. Tubuh pendek 100% pasien.
10. Kegemukan – 50% pasien.
11. Maloklusi – 60% sampai 100% pasien.
12. Retardasi mental (ringan sampai sedang)- 100% pasien.
D. KOMPLIKASI
1) Sakit jantung berlubang (mis: Defek septum atrium atau ventrikel, tetralogi fallot)
2) Mudah mendapat selesema, radang tenggorok, radang paru-paru
3) Kurang pendengaran
4) Lambat/bermasalah dalam berbicara
5) Penglihatan kurang jelas
6) Retardasi mental
7) Leukemia
E. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Dengan demikian penatalaksanaan dioptimalkan untuk meminimalkan dampak yang dapat terjadi pada penderita serta memberikan dukungan yang dapat memungkinkan penderita dapat tumbuh dan berkembang serta mampu bersosialisasi dengan baik. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-oot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan support maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya Leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
Pemeriksaan diagnostik
Diagnosa down syndrome dapat ditegakan ketika masih berada dalam kandungan dan tes pentaringan biasanya di lakukan pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun.kadar alfa-fetoprotein yang rendahdi dalam darah ibu menunjukkan resiko tinggi terjadinyadown syndrome pada janin yang dikandungnya. Dengan pemeriksaan USG bisa diketahui adanya kelainan fisik pada janin. Diagnosa ditegakkan berdasarkan diagnosa dan pemeriksaan fisik. Dengan stetoskop akan terdengar murmur (bunyi jantung tambahan)
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
a. Pemeriksaan fisik penderita
b. Pemeriksaan kromosom
c. Ultrasonograpgy
d. ECG, Echocardiogram
e. Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
F. PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi. Down Syndrome tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah kromosum 21 yang harusnya hanya 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti. Yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS. Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
G. PROGNOSIS
Anak-anak dengan down syndrome memiliki resiko tinggi kelainan jantung dan leukemia. Jika terdapat kedua penyakit tersebut maka harapan hidupnya berkurang, jika kedua penyakit itu tidak ditemukan maka anak bisa bertahan sampai dewasa. Beberapa down syndrome mengalami hal-hal berikut:
1. gangguan tiroid
2. ganguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3. ganguan penglihatan karena ada ganguan pada retina dan kornea.
4. pada usia 30 tahun menderita demensia (berupa hilang ingatan, penuruna kecerasan perubahan keperibadian)
Bisa terjadi kematian dini, meskipun banyak juga penderita yang berumur panjang.

Fibrosis Kistik


 DEFINISI
Fibrosis Kistik adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kelenjar tertentu menghasilkan sekret abnormal, sehingga timbul beberapa gejala; yang terpenting adalah yang mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru.

PENYEBAB
Fibrosis kistik merupakan suatu kelainan genetik. Sekitar 5% orang kulit putih memiliki 1 gen cacat yang berperan dalam terjadinya penyakit ini. Gen ini bersifat resesif dan penyakit hanya timbul pada seseorang yang memiliki 2 buah gen ini. Seseorang yang hanya memiliki 1 gen tidak akan menunjukkan gejala.

Gen ini mengendalikan pembentukan protein yang mengatur perpindahan klorida dan natrium melalui selaput sel. Jika kedua gen ini abnormal, maka akan terjadi gangguan dalam pemindahan klorida dan natrium, sehingga terjadi dehidrasi dan pengentalan sekresi.

Fibrosis kistik menyerang hampir seluruh kelenjar endokrin (kelenjar yang melepaskan cairan ke dalam sebuah saluran). Pelepasan cairan ini mengalami kelainan dan mempengaruhi fungsi kelenjar:
·  Pada beberapa kelenjar (misalnya pankreas dan kelenjar di usus), cairan yang dilepaskan (sekret) menjadi kental atau padat dan menyumbat kelenjar. Penderita tidak memiliki berbagai enzim pankreas yang diperlukan dalam proses penguraian dan penyerapan lemak di usus sehingga terjadi malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi dari usus) dan malnutrisi.
·  Kelenjar penghasil lendir di dalam saluran udara paru-paru menghasilkan lendir yang kental sehingga mudah terjadi infeksi paru-paru menahun.
·  Kelenjar keringat, kelenjar parotis dan kelenjar liur kecil melepaskan cairan yang lebih banyak kandungan garamnya dibandingkan dengan cairan yang normal.·  Pada beberapa kelenjar (misalnya pankreas dan kelenjar di usus), cairan yang dilepaskan (sekret) menjadi kental atau padat dan menyumbat kelenjar. Penderita tidak memiliki berbagai enzim pankreas yang diperlukan dalam proses penguraian dan penyerapan lemak di usus sehingga terjadi malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi dari usus) dan malnutrisi.
·  Kelenjar penghasil lendir di dalam saluran udara paru-paru menghasilkan lendir yang kental sehingga mudah terjadi infeksi paru-paru menahun.
·  Kelenjar keringat, kelenjar parotis dan kelenjar liur kecil melepaskan cairan yang lebih banyak kandungan garamnya dibandingkan dengan cairan yang normal.

GEJALA
Pada saat lahir, fungsi paru-paru penderita masih normal, gangguan pernafasan baru terjadi beberapa waktu kemudian.
Lendir yang kental pada akhirnya menyumbat saluran udara kecil, yang kemudian mengalami peradangan.

Lama-lama dinding bronkial mengalami penebalan, sehingga saluran udara terisi dengan lendir yang terinfeksi dan daerah paru-paru mengkerut (keadaan ini disebut atelektasis) disertai pembesaran kelenjar getah bening.
Semua perubahan tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan paru-paru untuk memindahkan oksigen ke dalam darah.

Ileus mekonium (salah satu bentuk penyumbatan usus pada bayi baru lahir) terjadi pada 17% penderita fibrosis kistik. Mekonium adalah bahan berwarna hijau gelap yang keluar sebagai tinja pertama pada bayi baru lahir.
Pada penderita fibrosis kistik, mekoniumnya kental dan mengalir lebih lambat sehingga bisa menyumbat usus. Penyumbatan usus bisa menyebabkan perforasi pada dinding usus atau menyebabkan usus terpuntir. Mekonium juga bisa tersangkut di usus besar atau anus dan menyebabkan penyumbatan sementara.
Bayi yang menderita ileus mekonium hampir selalu mengalami gejala fibrosis kistik lainnya di kemudian hari.

Gejala awal dari fibrosis kistik pada bayi yang tidak mengalami ileus mekoneum seringkali berupa penambahan berat badan yang buruk pada usia 4-6 minggu.
Berkurangnya jumlah sekresi pankreas yang sangat penting untuk pencernaan lemak dan protein menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan pada 85-90% bayi yang menderita fibrosis kistik. Bayi sering buang air besar dengan tinja yang banyak, berbau busuk dan berminyak, disertai perut yang buncit.
Meskipun nafsu makannya normal atau tinggi, tetapi pertumbuhan bayi berlangsung lambat. Bayi tampak kurus dan memiliki otot yang lembek.
Gangguan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) bisa menyebabkan rabun senja, rakitis, anemia dan kelainan perdarahan.

Pada 20% bayi dan balita yang tidak diobati, lapisan usus besar menonjol ke anus (keadaan ini disebut prolaps rektum).
Bayi yang mendapatkan susu kedele atau ASI bisa menderita anemia dan pembengkakan karena mereka tidak menyerap protein dalam jumlah yang memadai.

Sekitar separuh anak-anak yang menderita fibrosis kistik memiliki gejala berikut:
- batuk terus menerus
- bunyi nafas mengi (bengek)
- infeksi saluran pernafasan.
Batuk seringkali disertai oleh tersedak, muntah dan sulit tidur.

Lama-lama dada akan berbentuk seperti tong (barrel-shaped) dan kekurangan oksigen menyebabkan jari tangan berbentuk seperti pentungan dan kulit berwarna kebiruan.
Bisa ditemukan polip hidung dan sinus terisi dengan cairan yang kental.

Remaja seringkali mengalami pertumbuhan yang lambat, pubertasnya tertunda dan ketahanan fisiknya berkurang.
Komplikasi yang bisa terjadi pada dewasa dan remaja adalah:
·  Pneumotoraks
·  Batuk darah
·  Gagal jantung
·  Pneumonia berulang
·  Kegagalan pernafasan kronis
·  Penyakit hati
·  Diabetes mellitus
·  Osteoporosis dan artritis.

Infeksi merupakan masalah yang utama. Bronkitis berulang dan pneumonia secara perlahan akan menghancurkan paru-paru.
Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan paru-paru dan gagal jantung.

Sekitar 2-3% penderita mengalami diabetes yang tergantung kepada insulin karena pada pankreas terdapat jaringan parut yang menyebabkan pankreas tidak dapat lagi menghasilkan insulin dalam jumlah yang memadai.

Penyumbatan saluran empedu oleh sekret yang kental bisa menyebabkan peradangan hati dan akhirnya terjadi sirosis.
Sirosis bisa menyebabkan kenaikan tekanan di dalam vena yang menuju ke hati (hipertensi portal), sehingga terjadi pelebaran vena di kerongkongan bagian bawah (varises esofagealis). Vena yang abnormal ini bisa mengalami perdarahan hebat.

Penderita seringkali mengalami gangguan fungsi reproduksi.
Sekitar 98% pria dewasa mengalami kemandulan. Mereka tidak menghasilkan sperma atau hanya menghasilkan sedikit sperma karena vas deferens terbentuk secara tidak normal
Pada wanita, sekret leher rahimnya sangat kental sehingga kesuburannya menurun. Penderita wanita yang hamil sangat peka terhadap komplikasi kehamilan.

Jika penderta banyak mengeluarkan keringat karena cuaca panas atau karena demam, bisa terjadi dehidrasi karena meningkatnya pembuangan air dan garam. Pada keringat penderita bisa terlihat butir-butir garam dan keringatnya terasa asin.

DIAGNOSA
Bayi baru lahir yang menderita fibrosis kistik memiliki kadar enzim pencernaan tripsin yang tinggi dalam darahnya.

Pemeriksaan keringat iontoforesis pilokarpin dilakukan untuk mengukur jumlah garam di dalam keringat.
Obat pilokarpin diberikan untuk merangsang pembentukan keringat di daerah kulit dan sehelai kertas saring ditempatkan di daerah tersebut untuk menyerap keringat. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap jumlah garam di dalam keringat.
Konsentrasi garam diatas normal akan memperkuat diagnosis pada seseorang yang memiliki gejala dari penyakit ini atau seseorang yang keluarganya ada yang menderita fibrosis kistik.

Fibrosis kistik bisa mengenai organ lainnya, sehingga dilakukan pemeriksaan lainnya untuk membantu menegakkan diagnosis:
  1. Pemeriksaan lemak tinja
    Jika kadar enzim pankreas berkurang, maka analisa tinja bisa menunjukkan adanya penurunan atau bahkan tidak ditemukan enzim pencernaan tripsin dan kromotripsin atau kadar lemaknya tinggi.
  2. Tes fungsi pankreas
    Jika pembentukan insulin berkurang, maka kadar gula darahnya tinggi
  3. Tes fungsi paru bisa menunjukkan adanya gangguan pernafasan
  4. Rontgen dada.
  5. Tes DNA.
    Keluarga lain (selain dari orang tua penderita) yang ingin mengetahui apakah anak mereka memiliki kemungkinan untuk menderita penyakit ini, bisa menjalani pemeriksaan genetik.
    Jika salah satu dari orang tua tidak memiliki gen ini, maka anaknya tidak akan menderita fibrosis kistik. Jika kedua orang tua memiliki gen ini, maka setiap kehamilan memiliki peluang sebesar 25% untuk melahirkan anak dengan fibrosis kistik.
PENGOBATAN
Pengobatan meliputi pencegahan dan pengobatan kelainan paru-paru, makanan yang baik, aktivitas fisik serta dukungan psikis dan sosial.

Sejenis enema tertentu bisa mengurangi ileus mekonium yang belum mengalami komplikasi.
Jika enema tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka perlu dilakukan pembedahan.
Mengkonsumsi obat yang menarik cairan ke dalam usus (misalnya laktulosa) bisa mencegah penyumbatan saluran pencernaan oleh tinja.

Penderita yang mengalami kekuranan enzim pankreas harus mengkonsumsi enzim pengganti setiap kali makan. Untuk bayi tersedia dalam bentuk serbuk dan untuk dewasa bisa diberikan dalam bentuk kapsul.
Makanan harus mengandung sejumlah kalori dan protein agar pertumbuhan penderita berlangsung normal. Penderita harus mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang lebih banyak, karena mereka tidak dapat menyerap lemak dengan baik.

Dosis harian multivitamin dilipatgandakan dan penderita juga mengkonsumsi vitamin E.

Jika melakukan olah raga, mengalami demam atau dalam cuaca panas, penderita harus mengkonsumsi garam tambahan.

Susu formula khusus yang mengandung protein dan lemak yang mudah dicerna, bisa diberikan kepada bayi yang mengalami masalah pankreas yang serius.

Pengobatan terhadap kelainan paru-paru dipusatkan untuk mencegah penyumbatan saluran udara dan mengendalikan infeksi.
Penderita harus menjalani imunisasi lengkap dan vaksin influenza, karena infeksi virus bisa memperberat kerusakan paru-paru.

Seringkali diberikan obat yang membantu mencegah penyempitan saluran udara (bronkodilator).
Oksigen diberikan kepada penderita yang kadar oksigennya rendah dan memiliki kelainan paru-paru yang berat.

Obat semprot yang membantu mengencerkan lendir (mukolitik, contohnya rekombinan DNase manusia), banyak digunakan karena penderita menjadi lebih mudah mengeluarkan dahaknya dan bisa membantu memperbaiki fungsi paru-paru.
Obat ini juga mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi paru-paru yang serius.

Kepada bayi yang mengalami peradangan bronkial yang berat serta kepada penderita yang saluran udaranya menyempit dan tidak memberikan respon terhadap bronkodilator, untuk membantu meringankan gejalanya, bisa diberikan kortikosteroid.
Untuk memperlambat terjadinya penurunan fungsi paru-paru, kadang digunakan obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen).

Infeksi paru-paru harus segera diobati dengan antibiotik.
Pemeriksaan dahak bisa membantu menentukan organisme penyebab infeksi dan membantu menentukan antibiotik yang akan diberikan.

Perdarahan hebat atau berulang di dalam paru-paru bisa diatasi dengan menyumbat arteri yang mengalami perdarahan.

Pembedahan dilakukan pada:
- pneumotoraks
- infeksi sinus menahun
- infeksi menahun yang berat pada salah satu bagian paru-paru
- perdarahan dari pembuluh di kerongkongan
- penyakit kandung empedu
- penyumbatan usus.

Pengobatan lainnya adalah drainase postural dan perkusi dada.
Pada beberapa kasus perlu dipertimbangkan pencangkokkan paru-paru.

Pengobatan yang terbaru adalah terapi sulih enzim Dnase (obatnya bernama dornase).
Penelitian genetik tengah mencoba untuk mengatasi penyakit ini dengan cara memasukkan gen yang normal kepada penderita.

Untuk kerusakan hati yang parah bisa dilakukan pencangkokan hati.
Pencangkokan jantung dan kedua paru-paru dilakukan pada penyakit jantung dan paru-paru yang berat.
1 tahun setelah pencangkokan, sekitar 75% penderita bertahan hidup dan keadaannya semakin membaik.

PROGNOSIS 

Beratnya penyakit pada setiap penderita berlainan dan tergantung kepada luasnya daerah paru-paru yang terkena.
Penurunan fungsi paru-paru tidak dapat dihindari, dan bisa menyebabkan kelemahan bahkan kematian.

Penderita biasanya meninggal karena kegagalan pernafasan setelah terjadinya penurunan fungsi paru-paru selama bertahun-tahun.
Sejumlah kecil penderita meninggal karena penyakit hati, perdarahan ke dalam saluran udara atau komplikasi dari pembedahan.

Sekitar 50% dari anak-anak yang menderita fibrosis kistik, mampu bertahan hidup sampai umur 20 tahun, dan 20-25% sampai lebih dari 35 tahun.
Angka harapan hidup yang lebih baik ditemukan pada:
- penderita pria
- penderita yang tidak mengalami gangguan pankreas
- penderita yang gejala awalnya terbatas pada sistem pencernaan.

Club foot (talipes equinovarus)


 Definisi Club Foot
Club foot (talipes equinovarus) merupakan kelainan bawaan sejak lahir. Penyakit ini ditandai oleh terpuntirnya kaki ke bagian dalam. Kejadian penyakit ini adalah 2 dari 1000 kelahiran hidup. Penyakit ini dapat mengenai kedua belah kaki.

2.3.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit ini tidak sepenuhnya diketahui. Terdapat beberapa teori tentang penyebabnya, antara lain :
• Sindrom Edward, yang merupakan kelainan genetic pada kromosom nomer 18
• Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih didalam kandungan dikarenakan sedikitnya cairan ketuban (oligohidramnion)
• Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti spina bifida
• Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung
Penyebab utama CTEV tidak diketahui. Adanya berbagai macam teori penyebab terjadinnya CTEV menggambarkan betapa sulitnya membedakan antara CTEV primer dengan CTEV sekunder karena suatu proses adaptasi.

Beberapa teori mengenai penyebab terjadinya CTEV:
• Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.
• Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12 kehamilan.
• Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu deformitas clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah minggu ke-9, terjadilah deformitas clubfoot yang ringan hingga sedang. Teori hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai “Cronon”. “Cronon” ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi progresif setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor genetic (cronon).
• Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat intrauterine crowding.
• Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
• Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.
2.3.3 Patofisiologi

Posteromedial release for clubfoot.

Never forcibly evert or pronate the foot during clubfoot casting (A), Spontaneous correction of the hind foot varus by abducting the forefoot and allowing the calcaneum to freely rotate under the talus (B)

Komplikasi dari manipulasi dan terapi : Rockerbottom foot.
2.3.4 Manifestasi Klinik
• Gejala klinis dapat ditelusuri melalui riwayat keluarga yang menderita clubfoot atau kelainan neuromuskuler, dan dengan melakukan pemeriksaan secara keseluruhan untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas.
• Pemeriksaan dilakukan dengan posisi prone, dengan bagian plantar yang terlihat, dan supine untuk mengevaluasi rotasi internal dan varus. Jika anak dapat berdiri , pastikan kaki pada posisi plantigrade, dan ketika tumit sedang menumpu, apakah pada posisi varus, valgus atau netral.
• Deformitas serupa terlihat pada myelomeningocele and arthrogryposis. Oleh sebab itu agar selalu memeriksa gejala-gejala yang berhubungan dengan kondisi-kondisi tersebut. Ankle equinus dan kaki supinasi (varus) dan adduksi (normalnya kaki bayi dapat dorso fleksi dan eversi, sehingga kaki dapat menyentuh bagian anterior dari tibia). Dorso fleksi melebihi 90° tidak memungkinkan.
Diagnosis
• Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir (early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia. “Passive manipulation dorsiflexion → Toe touching tibia → normal”.
• Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.
• Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal.
• Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pmeriksaan penderita harus selengkap mungkin secara sistematis seperti yang dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut sebagai Orthopaedic checklist untuk menyingkirkan malformasi multiple.
• Gejala klinis dapat ditelusuri melalui riwayat keluarga yang menderita clubfoot atau kelainan neuromuskuler, dan dengan melakukan pemeriksaan secara keseluruhan untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas.
• Pemeriksaan dilakukan dengan posisi prone, dengan bagian plantar yang terlihat, dan supine untuk mengevaluasi rotasi internal dan varus. Jika anak dapat berdiri , pastikan kaki pada posisi plantigrade, dan ketika tumit sedang menumpu, apakah pada posisi varus, valgus atau netral.
• Deformitas serupa terlihat pada myelomeningocele and arthrogryposis. Oleh sebab itu agar selalu memeriksa gejala-gejala yang berhubungan dengan kondisi-kondisi tersebut. Ankle equinus dan kaki supinasi (varus) dan adduksi (normalnya kaki bayi dapat dorso fleksi dan eversi, sehingga kaki dapat menyentuh bagian anterior dari tibia). Dorso fleksi melebihi 90° tidak memungkinkan.
DIAGNOSIS BANDING
1. Postural clubfoot- disebabkan oleh posisi fetus dalam uterus. Kaki dapat dikoreksi secara manual oleh pemeriksa. Mempunyai respon yang baik dan cepat terhadap serial casting dan jarang akan kambuh kembali
2. Metatarsus adductus (atau varus)- adalah deformitas pada metatarsal saja. Kaki bagian depan mengarah ke bagian medial dari tubuh. Dapat dikoreksi dengan manipulasi dan mempunyai respon terhadap serial casting.
2.3.4 Pengobatan
Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa bayi dengan penyakit ini dapat menikmati hidup selayaknya anak-anak normal lainnya kelak ketika besar. Prinsip penanganan pada club foot, yang sebaiknya dilakukan sesegera mungkin, adalah koreksi kelainan yang ada secara pasif, mempertahankannya dalam jangka waktu yang lama, dan mengamati perkembangan anak tersebut hingga akhir usia pertumbuhan.
Pada 6 minggu pertama kehidupan, bayi yang lahir dengan club foot sebaiknya menggunakan gips pada kakinya. Tujuannya adalah supaya terjadi koreksi secara pasif terhadap kelainan yang ada, gips ini diganti setiap 1 minggu untuk penyesuaian. Selanjutnya setelah itu dapat dilanjutkan dengan suatu alat ortopedi yang dinamakan Denis Browne. Alat ini digunakan selama kurang lebih 8 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan boot splint selama 3 bulan yang digunakan siang dan malam hari. Setelah itu dapat digunakan straight boots pada siang hari hingga usia 3 tahun.

Denis Browne Boot Splint Straight Boots

Prognosis
Asalkan terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar dapat diperbaiki; walupun demikian, keadaan ini sering tidak sembuh sempurna dan sering kambuh, terutama pada bayi dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuskuler. Beberapa kasus menunjukkan respon yang positif terhadap penanganan, sedangkan beberapa kasus lain menunjukkan respon yang lama atau tidak berespon samasekali terhadap treatmen. Orangtua harus diberikan informasi bahwa hasil dari treatmen tidak selalu dapat diprediksi dan tergantung pada tingkat keparahan dari deformitas, umur anak saat intervensi, perkembangan tulang, otot dan syaraf. Fungsi kaki jangka panjang setelah terapi secara umum baik tetapi hasil study menunjukkan bahwa koreksi saat dewasa akan menunjukkan kaki yang 10% lebih kecil dari biasanya

Penanganan
Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-operatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat berupa :
Non-Operative :
• Pertumbuhan yang cepat selama periode infant memungkinkan untuk penanganan remodelling. Penanganan dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan yaitu : koreksi dari deformitas, mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas.
• Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial “cast” yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur sisi medial kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi lateral.
• Manipulasi dan pemakaian “cast” ini diulangi secara teratur (dari beberapa hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini.
• Jika manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki struktur yang berlebihan, memperpanjang atau transplant tendon. Kemudian ektremitas tersebut akan di “cast” sampai tujuan koreksi tercapai. Serial Plastering (manipulasi pemasangan gibs serial yang diganti tiap minggu, selama 6-12 minggu). Setelah itu dialakukan koreksi dengan menggunakan sepatu khusus, sampai anak berumur 16 tahun.
• Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada pemakaian cast. Orangtua juga harus mendapatkan informasi yang cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama dan pentingnya penggantian “cast” secara teratur untuk menunjang penyembuhan.
• Perawatan “cast” (termasuk observasi terhadap komplikasi), dan menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang normal pada anak walaupun ada batasan karena deformitas atau therapi yang lama.
• Perawatan “cast” meliputi :
- Biarkan cast terbuka sampai kering
- Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal bantal pada hari pertama atau sesuai intruksi
- Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan warna kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal
- Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur, observasi adanya rasa nyeri
- Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah cast secara teratur.
- Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah trauma
- Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak
- Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat
- Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air

CAST PADA CTEV (POSENTI TRETMENT)

Traditional manipulation and casting methods fail, as they do not allow the free rotation of the calcaneum and the talus


Ilizarov distraction for arthrogrypotic clubfoot.
Operatif
• Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :
• Jika terapi dengan gibs gagal
• Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
• Operasi dilakaukan dengan melepasakan karingan lunak yang mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy biasanya dilakukan pada kasus club foot yang neglected/ tidak ditangani dengan tepat.
• Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu, tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ; kalau masih ada equinus, dilakuakan posterior release dengan memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki dengan melakukan release talonavikularis medial dan pemanjangan tendon tibialis posterior.(Ini Menurut BuKu Appley).
• Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas umur 10 tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan tindakan artrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak pada tiga persendian, yaitu : art. talokalkaneus, art. talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid